PROSES
BERBANGSA DAN BERNEGARA
Hakikat
Bangsa
Konsep bangsa memiliki
dua pengertian (Badri Yatim, 1999), yaitu bangsa dalam pengertian sosiologis
antropologis dan bangsa dalam pengertian politis.
A.
Bangsa dalam Arti Sosiologis Antropologis
Bangsa
dalam pengertian sosiologis antropologis adalah persekutuan hidup masyarakat
yang berdiri sendiri yang masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut
merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat. Jadi, mereka
menjadi satu bangsa karena disatukan oleh kesamaan ras, budaya, keyakinan,
bahasa, dan sebagainya. Ikatan demikian disebut ikatan primordial. Persekutuan
hidup masyarakat semacam ini dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan
hidup yang mayoritas dan dapat pula persekutuan hidup minoritas.
Suatu
negara dapat terdiri dari beberapa bangsa. Misalnya Amerika Serikat terdiri
dari bangsa Negro, bangsa Indian, bangsa Cina, bangsa Yahudi, dan lain-lainnya,
yang dahulunya merupakan kaum pendatang. Sri Lanka terdiri dari bangsa Sinhala dan
bangsa Tamil. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai bangsa yang tersebar dari
Aceh sampai Irian Jaya, seperti Batak, Minangkabau, Sunda, Dayak, Banjar, dan
sebagainya.
Sebuah
bangsa dapat pula tersebar di beberapa negara. Misalnya bangsa Arab tersebar di
berbagai negara di sekitar Timur Tengah. Bangsa Yahudi terdapat di beberapa
negara Eropa dan Amerika Serikat.
B.
Bangsa dalam Arti Politis
Bangsa
dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama
dan mereka tunduk pada kedaulatannegaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke
luar dan ke dalam. Jadi, meeeka diikat oleh kekuasaan politik, yaitu negara.
Jadi,
bangsa dalam arti politik adalah bangsa yang sudah bernegara dan mengakui serta
tunduk pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan. Setelah mereka bernegara,
terciptalah bangsa. Misalnya, kemunculan bangsa Indonesia (arti politis)
setelah terciptanya negara Indonesia.
Bangsa
dalam arti sosiologis antropologis sekarang ini lebih dikenal dengan istilah
etnis, suku, atau suku bangsa. Ini untuk membedakan dengan bangsa yang sudah
beralih dalam arti politis. Namun, kita masih mendengar istilah bangsa dalam
arti sosiologis antropologis untuk menunjuk pada persekutuan hidup tersebut.
Misalnya bangsa Moro, bangsa Yahudi, bangsa Kurdi, dan bangsa Tamil. Bangsa
Indonesia (dalam arti politis) memiliki banyak bangsa (dalam arti sosiologis
antropologis) seperti suku bangsa Batak, Minangkabau, Jawa, Betawi, Madura,
Dayak, Asmat, Dani, dan lain-lain. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang heterogen
karena ada banyak bangsa di dalamnya.
Proses
Pembentukan Bangsa-Negara
Secara umum dikenal
adanya dua proses pembentukan bangsa-negara, yaitu model ortodoks dan model
mutakhir (Ramlan Surbakti, 1999).
Pertama, model ortodoks
yaitu bermula dari adanya suatu bangsa terlebih dahulu, untuk kemudian bangsa
membentuk satu negara tersendiri. Contoh, bangsa Yahudi berupaya mendirikan
negara Israel untuk satu bangsa Yahudi. Setelah bangsa-negara ini terbentuk
maka rezim politik (penguasa) dirumuskan berdasarkan konstitusi negara yang
selanjutnya dikembangkan oleh partisipasi warga negara dalam kehidupan politik
bangsa-negara yang bersangkutan.
Kedua, model mutakhir
yaitu berawal dari adanya negara terlebih dahulu yang terbentuk melalui proses
tersendiri, sedangkan penduduk negara merupakan sekumpulan suku bangsa dan ras.
Contohnya adalah kemunculan negara Amerika Serikat pada tahun 1776.
Kedua model ini berbeda
dalam empat hal:
1. Ada tidaknya
perubahan unsur dalam masyarakat. Model ortodoks tidak mengalami perubahan
unsur karena satu bangsa membentuk satu negara. Model mutakhir mengalami
perubahan unsur karena dari banyak kelompok suku bangsa menjadi satu bangsa.
2. Lamanya waktu yang
diperlukan dalam proses pembentukan bangsa-negara. Model ortodoks membutuhkan
waktu yang singkat saja, yaitu hanya membentuk struktur pemerintahan, bukan
pembentukan identitas kultural baru. Model mutakhir memerlukan waktu yang lama
karena harus mencapai kesepakatan tentang identitas kultural yang baru.
3. Kesadaran politik
masyarakat pada model ortodoks muncul setelah terbentuknya bangsa-negara,
sedangkan dalam model mutakhir, kesadaran politik warga muncul mendahului
bahkan menjadi kondisi awal terbentuknya bangsa-negara.
4. Derajat partisipasi
politik dan rezim politik. Pada model ortodoks, partisipasi politik dan rezim
politik dianggap sebagai bagian terpisah dari proses integrasi nasional. Pada
model mutakhir, partisipasi politik dan rezim politik merupakan hal yang tak
terpisahkan dari proses integrasi nasional.
Hakikat
Negara
A.
Arti Negara
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, negara mempunyai dua pengertian berikut :
Pertama, negara adalah
organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati rakyatnya.
Kedua, negara adalah
kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi
di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan
politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Sedangkan pengertian
negara menurut pendapat para ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Negara ialah
organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah
tertentu (Georg Jellinek).
2. Negara adalah
organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya
sendiri (Kranenburg).
3. Negara adalah alat
(agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan
bersama atas nama masyarakat (Roger F. Soultau).
4. Negara adalah
organisasi kekuasaan masyarakat yang mempunyai daerah tertentu di mana
kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sovereign (Soenarko).
5. Negara merupakan
organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual
dan kemerdekaan universal (George Wilhelm Fredrich Hegel).
6. Negara ialah suatu
organisasi masyarakat atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu
pemerintahan yang sama (R. Djokosoetono).
7. Negara adalah suatu
persekutuan keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari
suatu kuasa yang berdaulat (Jean Bodin).
8. Negara adalah suatu
daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang
berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada perundangan melalui penguasaan
kontrol dari kekuasaan yang sah (Miriam Budiardjo).
B.
Unsur-unsur Negara
Dari beberapa pendapat
mengenai negara tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara adalah organisasi yang
di dalamnya harus ada rakyat, wilayah yang permanen dan pemerintah yang
berdaulat (baik ke dalam maupun ke luar). Hal di atas disebut unsur-unsur negara,
seperti dijelaskan di bawah ini:
1. Rakyat, yaitu
orang-orang yang bertempat tinggal di wilayah itu, tunduk pada kekuasaan negara
dan mendukung negara yang bersangkutan.
2. Wilayah, yaitu
daerah yang menjadi kekuasaan negara serta menjadi tempat tinggal bagi rakyat
negara. Wilayah juga menjadi sumber kehidupan rakyat negara. Wilayah negara
mencakup wilayah darat, laut, dan udara.
3. Pemerintah yang
berdaulat, yaitu adanya penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan
menyelenggarakan pemerintahan di negara tersebut. Pemerintah tersebut memilih
kedaulatan baik ke dalam maupun ke luar. Kedaulatan ke dalam berarti negara
memiliki kekuasaan untuk ditaati oleh rakyatnya. Kedaulatan ke luar artinya
negara mampu mempertahankan diri dari serangan negara lain.
Unsur-unsur di atas;
unsur rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berkedaulatan merupakan unsur
konstitutif atau unsur pembentuk, yang harus terpenuhi agar terbentuk negara.
Selain ada unsur rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat, ada unsur
pengakuan dari negara lain. Pengakuan dari negara lain merupakan unsur
deklaratif. Unsur deklaratif adalah unsur yang sifatnya menyatakan, bukan unsur
yang mutlak.
Sebagai organisasi
kekuasaan, negara memiliki sifat memaksa, monopoli, dan mencakup semua.
1. Memaksa, artinya
memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan ketertiban dengan memakai kekerasan
fisik secara legal.
2. Monopoli, artinya
memiliki hak menetapkan tujuan bersama masyarakat. Negara memiliki hak untuk
melarang sesuatu yang bertentangan dan menganjurkan sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat.
3. Mencakup semua,
artinya semua peraturan dan kebijakan negara berlaku untuk semua orang tanpa
kecuali.
C.
Teori Terjadinya Negara
1.
Proses Terjadinya Negara secara Teoritis
Para ahli politik dan
hukum tatanegara telah membuat teoretisasi tentang terjadinya negara. Artinya,
proses terjadinya negara yang dimaksud di sini merupakan hasil pemikiran para
ahli tersebut, bukan berdasarkan kenyataan faktualnya.
Beberapa teori
terjadinya negara adalah sebagai berikut:
a.
Teori Hukum Alam
Teori hukum alam
merupakan hasil pemikiran yang paling awal, yaitu masa Plato dan Aristoteles.
Menurut teori ini, terjadinya negara adalah sesuatu yang alamiah. Bahwa segala
sesuatu itu berjalan menurut hukum alam, yaitu mulai dari lahir, berkembang, mencapai
puncaknya, laut, dan akhirnya mati. Negara terjadi secara alamiah, bersumber
dari manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan berkumpul dan
saling berhubungan untuk mencapai kebutuhan hidupnya.
b.
Teori Ketuhanan
Teori ini muncul setelah
lahirnya agama-agama besar di dunia, yaitu Islam dan Kristen. Dengna demikian,
teori ini dipengaruhi oleh paham keagamaan. Menurut teori ketuhanan, terjadinya
negara adalah kehendak Tuhan, didasari kepercayaan bahwa segala sesuatu berasal
dari Tuhan dan terjadi atas kehendak Tuhan.
Munculnya paham teori
ini karena orang yang beragama yakin bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa (paham
monoteisme) dan Dewa-Dewa (paham politeisme) yang menciptakan alam semesta dan
segala isinya termasuk negara. Tuhan memiliki kekuasaan mutlak di dunia. Negara
dianggap penjelmaan kekuasaan dari Tuhan. Para Raja atau penguasa negara
merupakan titisan Tuhan atau wakil Tuhan yang memiliki kekuasaan untuk
memerintah dan menyelenggarakan pemerintahan. Penganjur teori ini antara lain:
Freiderich Julius Stahl, Thomas Aquinas, dan Agustinus.
c.
Teori Perjanjian
Teori perjanjian muncul
sebagai reaksi atas teori hukum alam dan kedaulatan Tuhan. Mereka menganggap
kedua teori tersebut belum mampu menjelaskan dengan baik bagaimana terjadinya
negara. Teori ini dilahirkan oleh pemikir-pemikir Eropa menjelang abad
Pencerahan. Mereka adalah Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, dan
Montesquieu.
Menurut teori
perjanjian, negara terjadi sebagai hasil perjanjian antarmanusia individu.
Manusia berada dalam dua keadaan, yaitu keadaan sebelum bernegara dan keadaan
setelah bernegara. Negara pada dasarnya adalah wujud perjanjian dari masyarakat
sebelum bernegara tersebut untuk kemudian menjadi masyarakat bernegara.
Pendapat lain
dikemukakan oleh G. Jellinek, yaitu terjadinya negara dapat dilihat secara
primer dan sekunder. Perkembangan negara secara primer membicarakan tentang
bagaimana pertumbuhan negara mulai dari persekutuan atau kelompok masyarakat
yang sederhana berkembang menjadi negara yang modern. Menurut Jellinek,
terjadinya negara secara primer melalui empat tahapan, yaitu:
a. Persekutuan
masyarakat,
b. Kerajaan,
c. Negara, dan
d. Negara demokrasi.
Perkembangan negara
secara sekunder membicarakan tentang bagaimana terbentuknya negara baru yang
dihubungkan dengan masalah pengakuan. Jadi, yang terpenting adalah muncul
tidaknya negara baru tersebut adalah karena ada tidaknya pengakuan dari negara
lain.
2.
Proses Terjadinya Negara di Zaman Modern
Menurut pandangan ini
dalam kenyataannya, terjadinya negara bukan disebabkan oleh teori-teori seperti
di atas. Negara-negara di dunia ini terbentuk karena melalui beberapa proses,
seperti:
a. Penaklukan atau
occupatie, yaitu suatu daerah yang tidak dipertuan, kemudian diambil alih dan
didirikan negara di wilayah itu. Misal, Liberia adalah daerah kosong yang
dijadikan negara oleh para budak Negro yang telah dimerdekakan orang Amerika.
Liberia dimerdekakan pada tahun 1847.
b. Peleburan atau fusi,
yaitu suatu penggabungan dua atau lebih negara menjadi negara baru. Misal,
Jerman Barat dan Jerman Timur bergabung menjadi negara Jerman.
c. Pemecahan, yaitu
terbentuknya negara-negara baru akibat terpecahnya negara lama sehingga negara
sebelumnya menjadi tidak ada lagi. Contohnya Yugoslavia terpecah menjadi negara
Serbia, Bosnia, dan Montenegro. Uni Sovyet terpecah menjadi banyak negara baru.
Cekoslovakia terpecah menjadi negara Ceko dan Slovakia.
d. Pemisahan diri,
yaitu memisahnya suatu bagian wilayah negara kemudian terbentuk negara baru.
Pemisahan berbeda dengan pemecahan di mana negara lama masih ada. Misalnya
India kemudian terpecah menjadi India, Pakistan, dan Bangladesh.
e. Perjuangan atau
revolusi, merupakan hasil dari rakyat suatu wilayah yang umumnya dijajah negara
lain kemudian memerdekakan diri. Contohnya adalah Indonesia yang melakukan
perjuangan revolusi sehingga mampu membentuk negara merdeka. Kebanyakan
kemerdekaan yang diperoleh negara Asia Afrika setelah Perang Dunia II adalah
hasil perjuangan rakyatnya.
f. Penyerahan/pemberian
adalah pemberian kemerdekaan kepada suatu koloni oleh negara lain yang umumnya
adalah bekas jajahannya. Inggris dan Perancis yang memiliki wilayah jajahan di
Afrika, banyak memberikan kemerdekaan kepada bangsa di daerah tersebut. Contoh:
Kongo dimerdekakan oleh Perancis.
g. Pendudukan, terjadi
terhadap wilayah yang ada penduduknya, tetapi tidak berpemerintahan. Misalnya
Australia merupakan daerah baru yang ditemukan Inggris meskipun di sana
terdapat suku Aborigin. Daerah Australia selanjutnya dibuat koloni-koloni di
mana penduduknya didatangkan dari dataran Eropa. Australia dimerdekakan tahun
1901.
D.
Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi negara merupakan
gambaran apa yang dilakukan negara untuk mencapai tujuannya. Fungsi negara
dapat dikatakan sebagai tugas daripada negara. Negara sebagai organisasi
kekuasaan dibentuk untuk menjalankan tugas-tugas tertentu.
Di bawah ini adalah
fungsi negara menurut beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:
1. John Locke, seorang
sarjana Inggris, membagi fungsi negara menjadi tiga fungsi, yaitu:
a. Fungsi Legislatif,
untuk membuat peraturan,
b. Fungsi Eksekutif,
untuk melaksanakan peraturan,
c. Fungsi Federatif,
untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.
2. Montesquieu membagi
fungsi negara sebagai berikut:
a. Fungsi Legislatif,
membuat undang-undang
b. Fungsi Eksekutif,
melaksanakan undang-undang
c. Fungsi Yudikatif,
untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi mengadili), yang populer
dengan nama Trias Politika.
3. Van Vollen Hoven,
seorang sarjana dari Belanda menyatakan fungsi negara dibagi dalam:
a. Regeling, membuat
peraturan;
b. Bestuur,
menyelenggarakan pemerintahan;
c. Rechtspraak, fungsi
mengadili;
d. Politie, fungsi
ketertiban dan keamanan.
Ajaran Van Vollen Hoven
tersebut terkenal dengan Catur Praja.
4. Goodnow menyatakan,
fungsi negara secara prinsipil dibagi menjadi dua bagian:
a. Policy Making, yaitu
kebijaksanaan negara untuk waktu tertentu, untuk seluruh masyarakat.
b. Policy Executing,
yaitu kebijaksanaan yang harus dilaksanakan untuk tercapainya policy making.
Ajaran Goodnow ini
terkenal dengan sebutan Dwipraja (dichotomy).
5. Miriam Budiardjo,
menuliskan fungsi pokok negara sebagai berikut:
a. Melaksanakan
penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam
masyarakat. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak sebagai stabilisator.
b. Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Fungsi ini dijalankan dengan melaksanakan
pembangunan di segala bidang.
c. Pertahanan. Hal ini
diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dair luar. Untuk ini negara
dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
d. Menegakkan keadilan.
Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan peradilan.
Keseluruhan fungsi
negara tersebut diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan negara
yang telah ditetapkan bersama.
Adapun tujuan suatu
negara berbeda-beda. Di bawah ini adalah beberapa tujuan negara menurut para
ahli:
1. Roger H. Soultau
menyatakan bahwa tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
2. Harold J. Laski
menyatakan bahwa tujuan negara adalah menciptakan keadaan di mana rakyatnya
dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara maksimal.
3. Plato menyatakan
bahwa tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai individu
maupun sebagai makhluk sosial.
4. Thomas Aquino dan
Agustinus menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan
kehidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan di bawah pimpinan Tuhan.
Pemimpin negara menjalankan kekuasaan hanyalah berdasarkan kekuasaan Tuhan yang
diberikan kepadanya.
E.
Klasifikasi Negara
Klasifikasi negara
dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator, seperti jumlah orang yang
berkuasa, bentuk negara, dan asas pemerintahan.
1. Jumlah orang yang
berkuasa dan orientasi kekuasaan
Jumlah orang yang
berkuasa dapat berjumlah satu orang, sekelompok orang, atau banyak orang.
Sedangkan orientasi kekuasaan dapat berorientasi kepada kepentingan pihak yang
berkuasa (disebut bentuk negatif), atau berorientasi demi kepentingan umum
(disebut bentuk positif).
2. Bentuk negara
ditinjau dari sisi konsep dan teori modern terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Negara Kesatuan, yaitu
negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa
dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, negara kesatuan terbagi dua,
yaitu: Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, di mana seluruh persoalan
yang berkaitan dengan negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat.
Negara kesatuan dengan
sistem desentralisasi, di mana kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah atau
swatantra.
b. Negara Serikat
(Federasi), yaitu bentuk negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara
bagian dari negara serikat. Kekuasaan asli dalam negara federasi merupakan
negara bagian, karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya. Sementara,
negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan
negara, keuangan, dan urusan pos.
3. Asas penyelenggaraan
kekuasaan, yaitu berbagai tipe negara menurut kondisinya, seperti:
a. Menurut ekonomi:
negara agraris, negara industri, negara berkembang, negara sedang berkembang,
dan negara belum berkembang. Selain itu, dikenal juga negara-negara utara dan
negara-negara selatan (negara utara: negara maju/kaya, negara selatan: negara
sedang berkembang/miskin).
b. Menurut politik:
negara demokratis, negara otoriter, negara totaliter, negara satu partai,
negara multipartai, dan sebagainya.
c. Menurut sistem
pemerintahan: sistem pemerintahan presidentil, parlementer, junta militer, dan
sebagainya.
d. Menurut ideologi
bangsa: negara sosialis, negara liberal, negara komunis, negara fasis, negara
agama, dan sebagainya.
F.
Elemen Kekuatan Negara
Kekuatan suatu negara
tergantung pada beberapa elemen seperti sumber daya manusia, sumber daya alam,
kekuatan militer, dan teritorial negara tersebut.
1. Sumber Daya Manusia
(SDM)
Kekuatan negara
tergantung pada jumlah penduduk, tingkat pendidikan warga, nilai budaya
masyarakat, dan kondisi kesehatan masyarakat. Semakin banyak jumlah penduduk,
semakin berkualitas SDM, dan semakin tinggi tingkat kesehatan, maka negara akan
semakin maju dan kuat.
2. Teritorial Negara
Kekuatan negara juga
tergantung seberapa luas wilayah negara, yang terdiri atas darat, laut, dan
udara, letak geografis dan situasi negara tetangga. Semakin luas dan strategis,
maka negara tersebut akan semakin kuat.
3. Sumber Daya Alam
Kekuatan negara
tergantung pada kondisi alam atau material buminya, berupa kandungan mineral,
kesuburan, kekayaan laut, dan hutan. Semakin tinggi kekayaan alam, maka negara
tersebut semakin kuat, negara yang kaya akan minyak, agroindustri, dan
manufaktur akan menjadi negara yang tangguh.
4. Kapasitas Pertanian
dan Industri
Sektor pertanian
mempengaruhi kekuatan negara, karena pertanian memasok kebutuhan pokok seperti
beras, sayur mayur, dan lauk pauk. Tingkat budaya, usaha warga negara dalam
bidang pertanian, industri dan perdagangan yang maju, menjamin kecukupan pangan
atau swasembada pangan sehingga negara menjadi kuat.
5. Kekuatan Militer dan
Mobilitasnya
Kekuatan militer dan
mobilitasnya sangat menentukan kekuatan negara, negara yang mempunyai jumlah
anggota militer, dan kualitas personel dan peralatan yang baik akan
meningkatkan kemampuan militer dalam mempertahankan kedaulatan negara.
6. Elemen Kekuatan yang
Tidak Berwujud
Segala faktor yang
mendukung kedaulatan negara, berupa kepribadian dan kepemimpinan, efisiensi
birokrasi, persatuan bangsa, dukungan internasional, reputasi bangsa
(nasionalisme), dan sebagainya.
Proses
Berbangsa dan Bernegara Indonesia
Sebagai warga negara
Indonesia, kita perlu mengetahui proses terjadinya pembentukan negara ini,
sehingga dapat menambah kecintaan kita pada tanah air ini.
Para pendiri negara
Indonesia (the founding fathers) menyadari bahwa negara Indonesia yang hendak
didirikan haruslah mampu berada di atas semua kelompok dan golongan yang
beragam. Hal yang diharapkan adalah keinginan hidup bersatu sebagai satu
keluarga bangsa karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan karena berasal
dalam ikatan wilayah atau wilayah yang sama. Kesadaran demikian melahirkan
paham nasionalisme, paham kebangsaan, yang pada gilirannya melahirkan semangat
untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Selanjutnya nasionalisme
memunculkan semangat untuk mendirikan negara bangsa dalam merealisasikan
cita-cita, yaitu merdeka dan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang penting bagi pembentukan bangsa Indonesia
antara lain:
1. Adanya persamaan
nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing lebih kurang
selama 350 tahun.
2. Adanya keinginan
bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
3. Adanya kesatuan
tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai
Merauke.
4. Adanya cita-cita
bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan suatu bangsa.
Negara Indonesia tidak
terjadi begitu saja. Kemerdekaan Indonesia diraih dengan perjuangan dan
pengorbanan, bukan pemberian. Terjadinya negara Indonesia merupakan proses atau
rangkaian tahap yang berkesinambungan. Rangkaian tahap perkembangan tersebut
digambarkan sesuai dengan keempat alinea dalam pembukaan UUD 1945. Secara
teoretis, perkembangan negara Indonesia terjadi sebagai berikut:
1. Terjadinya negara
tidak sekadar dimulai dari proklamasi, tetapi adanya pengakuan akan hak setiap
bangsa untuk memerdekakan dirinya. Bangsa Indonesia memiliki tekad kuat untuk
menghapus segala penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain.
Inilah yang menjadi sumber motivasi perjuangan (Alinea I Pembukaan UUD 1945).
2. Adanya perjuangan
bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan panjang bangsa Indonesia
menghasilkan proklamasi. Proklamasi barulah mengantarkan ke pintu gerbang
kemerdekaan. Jadi, dengan proklamasi tidaklah selesai kita bernegara. Negara
yang kita cita-citakan adalah menuju pada keadaan merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan makmur (Alinea II Pembukaan UUD 1945).
3. Terjadinya negara
Indonesia adalah kehendak bersama seluruh bangsa Indonesia, sebagai suatu
keinginan luhur bersama. Di samping itu adalah kehendak dan atas rahmat Allah
Yang Maha Kuasa. Ini membuktikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius
dan mengakui adanya motivasi spiritual (Alinea III Pembukaan UUD 1945).
4. Negara Indonesia
perlu menyusun alat-alat kelengkapan negara yang meliputi tujuan negara, bentuk
negara, sistem pemerintahan negara, UUD negara, dan dasar negara. Dengan
demikian, semakin sempurna proses terjadinya negara Indonesia (Alinea IV
Pembukaan UUD 1945).
Oleh karena itu,
berdasarkan kenyataan yang ada, terjadinya negara Indonesia bukan melalui
pendudukan, pemisahan, penggabungan, pemecahan, atau penyerahan. Bukti
menunjukkan bahwa negara Indonesia terbentuk melalui proses perjuangan
(revolusi). Dokumentasi proses perjuangan dan pengorbanan dalam pembentukan
negara ini tertata rapi dalam unsur produk hukum negara ini, yaitu Pembukaan
UUD 1945.